Rabu, 17 April 2019

Iwan Sunarya_ ReVolusi Ruhani Satu2nya Jalan Kembali

Gerhana rembulan hampitr total, malam gelap gulita, sinar matahari yang memancar kerembulan tidak sampai kerembulan karena terhalangi oleh bumiMatahari adalah

lambang tuhan, cahaya matahari adalah rahmat nilai untuk bumi yang semestinya di pancarkan oleh bulanRembulan adalah lambang para kekasih Allah Swt. Yakni para Rasul, para nabi, para Ulama, Para ajengan dan para cerdik cendikia ataupun mungkin juga para pujanggaKarena bumi menutupi cahaya matahari, maka malampun menjadi gelap gulita
Saudaraku...! Kita semua tahu bila di dalam kegelapan segala sesuatu yang buruk terjadi, orang tidak bisa mengenal wajah saudaranya sendiri dengan jelas, manusia mengira utara adalah selatan dan selatan adalah barat.

Di alam kegelapan, manusia dengan tidak sengaja  sengaja saling hujat satu sama lain bahkan dengan sengaja mereka saling jegal satu sama lain. Di alam kegelapan pula manusia tidak punya pedoman yang jelas, mau kemana melangkah dan bagaimana melangkah, akhirnya mereka semua kehilangan orientasi kehidupan, hendak kemana mereka semua pergi...?

Illir...! kita memang sudah ngelilir, kita sudah bangkit, bahkan kaki kita semua telah berlari kesana kemari. Namun akal pikiran kita belum, hati nurani kita masih jalan di tempat. Kita masih merupakan anak dari orde yang kita kutuk habis-habisan dimulut. Namun ajarannya kita biarkan hidup subur dalam aliran darah dan daging kita Kita mencaci para perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik, lalu apa bedanya kita dengan mereka.? Kita menghujat para penguasa  lalim dengan cara berjuang keras untuk menggantikannya, yakni menjadi penguasa yang lalim pula.
Bangkit...! Kita memang sudah bangkit, kita sudah merdeka, 51 tahun para penjajah telah meninggalkan negeri tercinta ini, kita sudah berdiri tegak, bahkan jiwa dan raga kita telah terbang tinggi meninggalkan segala sesuatu, namun sekali lagi, akal pikiran kita belum, hati nurani kita belum.Kita masih merupakan anak dari jaman jahilliyah yang ajarannya kita kutuk habis-habisan dimulut, namun kebiasaannya dan juga budayanya kita biarkan hidup subur dalam aliran darah dan daging kita. Kita membenci para pembuat dosa dengan cara syetan yakni kita halangi usahanya untuk memperbaiki diri, dengan kita membenci, mengutuk dan menjauhinya, itu berarti kita telah menghalangi usahanya untuk memperbaiki diri. Kita mencerca orang yang melakukan kesalahan dengan cara toghut yakni kita jegal semua hak-haknya, di buntuti, dicurigai, difitnah dan disebarkan segala tentangnnya. Mengapakah kita semua tidak berusaha membuka hati untuk memeluk semua dengan kasih kita, tidaklah kita semua dengar jeritan hati terdalam mereka yang sedang kedinginan dan kelaparan akan siraman kasih sayang...? 
Yang kita bangkitkan bukannya pembaruan kebersamaan malainkan asyiknya perpecahan, yang kita bangunkan bukannya cinta dan ketulusan, malainkan prasangkan dan fitnah, yang kita perbaharui bukan penyembuhan luka dan kepedihan, melainnkan rencana-rencana panjang untuk menyelenggarakan perang saudara.
Sungguh, setelah kita ditindas kita siap siaga untuk ganti menindas ulang, setelah kita diperbudak, maka kita siap siaga untuk ganti memperbudak dan setelah kita dihancurkan, kita susun barisan untuk menghancurkan. Lalu apa bedanya kita dengan mereka yang kita kutuk itu...?
Mengapakah kita semua tidak juga tersadar dari semua ini, padahal semuanya telah nampak di depan mmata. Bukankah libido kekuasaan, aktifitas para politikus yang haus dengan kedudukan yang karenanya mereka menghalalkan segala cara, itu adalah sebuah kepalsuan, mereka berpura-pura hendak menegakan keeadilan dengan menggulingkan kawannya sendiri, padahal jauh dari itu semua justru dia memimpikan kedudukan itu. 
Saudaraku...! Sungguh, yang kita kembangsuburkan bukannya cinta dan ketulusan melainkan prasangka dan fitnah, kita tidak memperluas cakrawala jiwa kita dengan ilmu dan taburan senyum, akan tetapi kita malah mempersempitnya dengan jurang-jurang kehinaan dan duri-duri klepalsuan.
Tibalah saatnya bagi kita untuk memilih, apakah kita akan menjadi “bumi” yang selalu menghalangi jalannya cahaya matahari sehingga bumi itu sendiri menjadi gelap gulita, yakni seseorang yang selalu mengadakan makar dan pembangkangan juga yang selalu menghalang-halangi lajunya perputaran kebenaran. Atau...
Kita semua akan memilih menjadi “rembulan” yang selalu memancarkan sinar matahari kepermukaan bumi, yakni dialah para rasul, para nabi, para ulama, para ajengan, dan para cerdik cendikia ataupun mungkin juga para pujangga dan siapa saja yang dapa atau bisa memancarkan cahaya Allah Swt. Di bumi dan diberdayakannyaSetelah kita memilih, lalu kita geser diri kita ketempat yang lebih tepat (rumah-rumah Allah Swt.) agar kita dapatkan sinar matahari atau cahaya-cahaya Allah Swt. Untuk kemudian kita pancarkan cahaya matahari itu kepada bumi (eMha Ainun Nadjib)
Saudaraku...! Realitas kehancuran moral bangsa ini bermuara pada keringnya sfiritual, keringnya sfiritual bermuara pada kebablasan ilmu pengerahuan, jauh dari tuntunan Illahi, kering kerontang, hampa dan hilangnya rasa syahdu dalam hidupEra moderen telah mengubah mekanisme kehidupan masyarakat menuju prinsip dan logika berlebih-lebihan dalam segala aspek, orientasi kebendaan menjadi menu sehari-hari, akibatnya kesejahteraan yang hendak dicapat justru sering membuat mereka kehilangan tujuan kehidupan,(hendak kemana kita semua pergi?) 
Bagi kita yang telah dipilih oleh Allah Swt. Tentu kita semua akan merasakan kejenuhan dan kegerahan yang amat sangan. 
Dari itulah kami mencoba mengetuk qalbu-qalbu, bersegeralah raih ampunan Allah Swt. Kebumikan wajah-wajamu, lepaskan semua ikatan yang selama ini mengikat dan raihlah kemenangan yang hakiki, angkat kembali jaman keemasan yang sudah hampir lenyap, ingat tidak banyak waktu yang kita punya...
Umat sedang menanti kita semua, yakni menantu sentuhan kasih dan sayang kita, menanti siraman kelembaban, pesan kehidupan dan senyum tulus sarat dengan kemesraan.
Bulatkan tekan, langkahkan kaki dan ayunkan tangan, hizrahlah ke rumah-rumah kami, bergabunglah dan mari kita sama-sama tatap diri kita semua sebelum menatap orang lain dan ditatap lain orang. Mari kita bina segala sesuatu yang ada pada diri kita semua sebelum kita membina umat, agar kita dapatkan sinar atau cahaya-cahaya Allah Swt. Dan kita pantulkan cahaya itu dalam kehidupan nyata. Kita satuukan semua yang tercecer diantara kita, kita buat kesepahaman dalam keanekaragaman, kita bangun persatuan  dalam kesatuan agar kita dapatkan sebuah kekuatan yang maha dahsyat dan kita dapat memberikannya kepada siapa saja yang membutuhkan kekuatan itu.
Inilah penciptaan diri-diri yang sejati yang akan menjadi panutan umat sepanjang masa, tidak hanya panutan selama dua, tiga atau empat hari saja Ini adalah penempaan diri-diri yang nantinya dengan ijin Allah Swt., akan menjadi pemuka perdamaian, cinta dan maaf di seluruh penjuru. 
Namun ketahuilah, semua itu sama sekali tidak akan pernah terwujud dengan sendirinya, tanpa adanya sebuah kesungguhan dalam pembinaan lahir dan batin.
Akhirnya semoga kita semua diperbaiki...Amiiin...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar