Kamis, 03 Februari 2022

Curahan Hati Para Pemuja Cinta

Senja itu diantara gedung gedung megah kota bandung, dia seorang lelaki yang murung bagaikan seorang  raja yang sedang patah hati berjalan dan terus berjalan menyusuri jalan kota yang  seakan sedang menertawakan kekalahannya, gelak tawa para pejalan kaki serasa hendak memperjelas kekalahannya itu, 

Kota bandung semakin gelap bersama dengan itu suara deruan kendaraan mulai berkurang, asap knalpot mulai menipis pertanda malam tidak akan lama lagi menggantikan siang, dua jam berlalu kini bandung benar benar berselubung malam, hingar bingar yang kala siang begitu menyesakan dada kini berubah jadi alunan ayat ayat suci yang di kumandangkan di mesjid mesjid di seluruh permukaan kota bandung.
Sementara selimut malam terus merangkai kesunyiannya, lelaki itu terus berjalan sesekali kepalanya tertunduk ke tanah seakan hendak memprotes bumi, sesekali kepalanya tengadah keatas langit, dengan wajah yang penuh dengan duka seakan akan hendak memberontak langit atas apa yang sedang dia alami, diantara samar samar suara puji pujian dari kejauhan yang saling bersahutan terdengar suara lirih dari bibirnya yang gemetar itu 
“Kekasih. KELAK saat aku hanya sebuah nama bagimu, kegelisahan inilah satu satunya yang akan abadi, bersemayam dalam dada semesta, menjadi asap, menjadi embun dan sesekali menjadi racun bagi generasi berikutnya, bahwa hanya Rintihan inilah satu-satunya yang akan jadi penanda kisah kita, kisah terlarang kita, kisah cinta kita, karena kamulah arti dari segala kegelisahan ini, kamulah isi pada tiap bait yang aku rangkai ini, karena kamulah makna dari semua rintihanku ini, sebab engkaulah inti dari setiap kata yang aku torehkan di atas kertah kehidupan ini. MAKA jika suatu saat nanti saat senja menyambangi dirimu, saat engkau mengingatku, merindukanku, maka singgahlah sejenak di berandaku ini, lalu maknai tiap kata yang aku rangkai, dan kau akan rasakan hadirku meski hanya semu, dan Jika suatu saat engkau mengingatku, maka bacalah risalah yang aku tulis ini, sebab ini tetang kamu, tentangku dan tentang kita,”  sambil mengangkat wajahnya lelaki itu melepaskan pandangannya ke suatu tempat yang begitu jauh, lelaki itu melanjutkan bisikannya, 
“Kekasih... Meski kelak kita tidak lagi bersama, meski duniaku bukanlah duniamu lagi, meski kamu tidak bisa melihatku mencucikamu baju lagi,  Namun kamu akan tetap hidup menyala dalam hati dan pikiranku yang terus aku eja pada tiap baitku dalam sepi, meski mungkin tidak terbaca olehmu tiap saat, namun kamu akan selalu hidup dalam ribuan kenangan yang kusimpan rapih dalam hatiku tanpa engkau tau...” lelaki itu berdiri, matanya yang lembab memandangi gunung yang berdiri gagah  bagai raksasa menjagai kota bandung dari amuk prahara dunia, sambil berlari kencang kearah pegunungan lelaki itu berteriak keras, “Selapmat malam oh penjaga semesta, engkaulah yang mengetahui segala gejolak ini, engkau juga yang peling amanah untuk menjaganya, untuk kali ini dan malam malam berikutnya sampaikan salam buat kekasih hatiku, dalam segala kondisi cintaku akan jadi pelipur laranya,dan semoga kegembiraan salu menyertainya disana... amiinn”

Oleh : Sang Rembulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar